Aku dan separuh agamaku

Aku dan separuh agamaku

Jumat, 15 November 2019

IT’S OKAY NOT TO BE OKAY

Tulisan ini saya dedikasikan untuk semua orang yang menjadi support system saya selama saya mengalami masa-masa sulit. Terutama untuk suami saya, you are the best support system of mine.
I stare at my reflection in the mirror
Why am I doing this to myself?
Losing my mind on a tiny error,
I nearly left the real me on the shelf
No, no, no, no
Ada yang familiar dengan lirik lagu ini? atau mungkin ada yang sama seperti saya? Baru “ngeuh” sama lagu ini setelah 8 tahun berlalu. Kemana saja saya selama ini? lirik lagu sebagus ini aja saya baru tau hehehe.
Bait diatas merupakan penggalan dari lirik lagu “Who You Are”  milik Jessie J. Sebuah bait lagu yang “gue banget”. Bahkan ketika saya sampai ke reff, mendadak saya menangis.
“It’s okay not to be okay”
Saya mengingat semua yang terjadi 3 tahun lalu, the hardest time of our life. I mean, litteraly “hardest”, saya tidak yakin “kalian” sanggup berjalan disepatu yang saya gunakan saat itu. Saya selalu mencoba bermain dalam game “I’am okay, thank you”, padahal kenyataannya tidak demikian. Saya merasa cukup kuat untuk berjalan dalam ujian tersebut. Dunia hanya ingin melihat saya bahagia, tetapi pada hakikatnya saya juga manusia. Saya punya waktu untuk bahagia, bersedih, marah, kecewa, dan galau. Rasanya sudah cukup untuk berpura-pura bahwa keadaan saya baik-baik saja 3 tahun lalu, ya.. saya tidak baik-baik saja waktu itu. Saya rindu Turki, saya rindu kehidupan saya disana. One of the best part of mine.
Saya merasa hidup dalam mimpi buruk yang berkepanjangan. Kehidupan “sempurna’’ saya hilang dalam sekejap, kami benar-benar diuji sedemikian hebatnya saat itu. Ya, sudah saya bilang kan tentang mitos 5 tahun awal pernikahan? Itu ujiannya. Setiap pasangan mempunyai ujian masing-masing, tetapi saya tidak pernah menyangka ujian kami sehebat itu. Hal baiknya adalah saya dan suami melewati hal tersebut bersama-sama. Kami berdua menjadi support system satu sama lain, walaupun terkadang Mustafa yang lebih banyak menjadi support system saya, padahal saya tahu dia juga dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tetapi demi saya, dia rela memakai topeng “I’am fine baby, it’s okay”.
Pada akhirnya, Mustafa juga pernah menangis dan meluapkan semua perasaannya. Dia juga sedang tidak baik-baik saja, dia juga sedih, bukan hanya saya. Lelaki boleh menangis, bahkan untuk ukuran seorang tentara yang juga kepala rumah tangga. Ya, mereka yang dituntut selalu kuat juga butuh menangis. Lelaki bukan robot. Berhentilah  beranggapan bahwa lelaki sejati tidak boleh menangis.
Selama 3 tahun tersebut, saya sempat mengalami masa dimana saya selalu membenturkan kepala saya secara tidak sadar ke tembok kamar sambil menangis. Mustafa sangat ketakutan ketika melihat saya seperti itu, dia sangat khawatir. Hal tersebut benar-benar dilakukan diluar kendali. Saya mengalami masalah mental yang cukup serius, sampai pernah saya meminta izin Mustafa untuk pergi ke psikiater dan melakukan pengobatan. Diluar saya terlihat baik-baik saja, tetapi tidak didalam.
Seiring berjalannya waktu, saya bertemu dengan orang-orang baik, sahabat-sahabat saya. Saya bercerita, saya menangis, saya mengakui bahwa saya lemah saat itu. Mereka mendengarkan, memberi pundak yang nyaman untuk saya menangis. Tekanan hidup tersebut bukan hanya satu dua kali menimpa saya, countless. Setiap masa tersebut datang, mereka ada untuk saya. Terkadang, saya tidak perlu masukan, saya hanya ingin didengarkan dan dimengerti. Mereka memberikan hal yang saya mau. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian yang ada disaat tersulit saya. Saya tidak butuh dihakimi atas keadaan saya, atau dibandingkan dengan orang yang memiliki ujian lebih berat dari saya. Hey, ujian inipun berat untuk saya. Kapasitas saya ya segini, bukan maksud untuk tidak bersyukur, tetapi jangan mencoba membandingkan ujian saya dengan ujian orang lain. Tidak ada hal yang menyenangkan dari sebuah “perbandingan”.
Tetapi, tidak semua orang bisa dicurhatin juga. Saya juga pernah cuhat kepada orang yang salah. Masih teman saya memang, tapi belum cukup untuk menjadi teman curhat. Yang saya dapatkan saat itu hanya perbandingan dan cibiran. Cukup sulit juga menemukan orang yang bisa mengerti keadaan kita, walaupun sudah jujur dari A sampai Z.
Setiap orang punya kapasitas sendiri-sendiri. Bagi kalian mungkin dapat nilai kecil saat ujian  itu hal biasa dan spele. Tapi untuk sebagian orang, hal tersebut bisa menjadi akhir dunianya. Dibanding mencibir mereka, lebih baik kalian diam. Jangan tambah perasaan sedih seseorang dengan perkataan yang tidak perlu. Gunakan mulut atau jari kalian untuk hal yang lebih bermanfaat.
Kita gak perlu selalu merasa kuat dalam setiap keadaan. Jujur akan keadaan kita yang sebenarnya itu jauh lebih menenangkan. Menangis sejadi-jadinya ketika solat dan curhat panjang lebar dengan Allah juga sangat membantu untuk meringankan beban pikiran kita. Komunikasi satu arah, tapi kita tahu bahwa Allah mendengarkan kita. Allah tidak pernah meninggalkan kita dalam keadaan apapun.
Berhentilah menghakimi keadaan seseorang, apalagi mencibir yang tidak perlu. Membandingkan “kekuatan“ kalian dengan mereka yang kalian rasa memiliki ujian hidup yang spele. Cobalah dengarkan keluhan teman kalian, itu sangat membantu. Didengarkan saja sudah cukup untuk sebagian orang.
Ya, pada akhirnya kita semua pernah dalam masa tidak baik-baik saja. Hanya saja seringkali kita lebih banyak bermain didalam game “saya baik-baik saja“. Tidak apa-apa menangis, tidak apa-apa marah dan kecewa. Menangis itu menyembuhkan. Kapasitas setiap orang berbeda, tidak harus sama satu sama lain.
Untuk kalian yang sedang tidak baik-baik saja, kalian boleh menangis :)
Jujur pada diri sendiri, Allah dan teman terdekat kalian. Untuk kalian yang didatangi oleh mereka yang sedang tidak baik-baik saja, sesekali kalian hanya perlu mendengarkan mereka. Karena terkadang mereka hanya perlu didengarkan tanpa dihakimi.

image

Tidak ada komentar:

Posting Komentar