Aku dan separuh agamaku

Aku dan separuh agamaku

Jumat, 20 November 2015

Like Son, Like Parents


Ada satu obrolan yang paling menggelitik bulan ini. Obrolan ini berisi tentang “Lo anak emak sama bapak lo banget ya sayang hehehe”.  

Dalam keluarga suami gue, pernikahan itu biasanya gajauh-jauh dari perjodohan. Cara perjodohannyapun unik, mereka menjodohkan dengan sesama keluarga. Buat gue hal tersebut tabu banget karena gak pernah ngeliat kejadian pernikahan sesama saudara. Tetapi hal ini normal di Turki dan Pakistan (berdasarkan penuturan teman *kalau salah koreksi yah*). Tujuannya karena kalau sesama saudara kita jadi tahu banget dalem-dalemnya calon besan dan bisa memperkuat keluarga *apalah bahasa gue. Maksudnya baik buruknya si calon menantu dan calon besan udah ketauan banget gituloh.

Uwak dari ibu mertua gue nikah sama anak dari kakak orang tua ibu mertua gue. Awal gue tau gue langsung bertanya “wow, kok bisa yah?”. Ibu mertua dan bapak mertua gue adalah pasangan yang mendobrak tradisi tersebut. Mereka berasal dari keluarga yang berbeda sekali, bahkan berbeda suku. Ibu mertua gue berasal dari suku Laz dan bapak mertua gue dari suku Muhajir.

Pernikahan mereka sempat ditentang beberapa keluarga dan kerabat. Berbagai cacian dilontarkan oleh orang-orang yang memegang teguh tradisi. Ibu mertua gue dikucilkan oleh keluarga dan kerabat. Gak Cuma sekali dua kali kakek mertua gue nyuruh ibu mertua mutusin baba mertua. Tapi karena cinta dan rasa saling percaya, mereka akhirnya tetap menikah.

Pernikahan merekapun bukannya tanpa kendala. Banyak keluarga dan kerabat yang gak mau hadir dalam pernikahan mereka. Pernikahan mereka bisa dibilang sebagai pernikahan yang memalukan. Gue gak bisa bayangin hancurnya hati ibu mertua gue diperlakukan seperti itu oleh orang-orang terdekatnya.

Pasangan pertama yang mendobrak tradisi memiliki anak yang mendobrak tradisi juga. Anak mereka ternyata mengikuti jejaknya. Suami gue menikahi gue yang notabene gak ada hubungan keluarga atau bahkan kerabat sama sekali. Datang dari negara yang punya tradisi berbeda juga. Mungkin karena itu ibu mertua langsung menyutujui niat suami untuk meminang gue karena beliau tau banget rasanya diposisi suami gue kala itu. Dan memberikan dukungan penuh buat suami sebagai timbal balik dari dukungan yang gak pernah beliau dapatkan di masa lalu.

Zaman sudah berubah, tradisipun fleksibel mengikuti zaman seiring berkembangan pola pikir setiap individu. Setiap orang bisa menentukan masa depannya, ini merupakan hak azasi yang sudah dimiliki manusia sejak lahir. Tentunya perihal jodoh juga, kita tentunya punya hak untuk menentukan jodoh kita.  Gue kadang gemes aja sama yang masih pegang adat ala Siti Nurbaya. Tentu orang tua tau yang terbaik buat anaknya, tapi belum tentu juga si anak gak tau yang terbaik buat dirinya.

Bapak mertua gue emang wataknya keras, setiap hari ada aja omelan yang keluar dari mulut beliau buat ibu mertua gue. Tetapi gue bisa rasain kalau beliau sayang banget sama ibu mertua gue. Tanpa harus ditunjukan dengan perlakuan lembut setiap hari, tetapi “chemistry”nya bisa dirasakan. Ungkapan sayang setiap orang kan berbeda-beda. Watak beliau mirip sama Kakek gue, keras dan galak sama istri. Tetapi jauh didalam itu Kakek gue sayang berat sama nenek gue hehehe. Buktinya mereka awet sampe sekarang dan itu jadi contoh baik buat gue dalam berumah tangga. Walau badai menghadang, pertahankan hubungan dan jangan sampai goyah hehehe.

Dulu sebenernya udah ada orang tua yang udah minta suami gue buat jadi jodoh anaknya, tetapi ibu mertua gue bilang kalau suami gue udah punya calon hehehe, padahal saat itu gue dan suami belom pernah ketemu langsung. Love you full Anne :*. Gue dan suami sudah berkomitmen, kelak kita gak akan mempersulit anak kita buat menentukan jodohnya. Asalkan dia sebaik bapaknya (suami gue) dan sebaik ibunya (gue *uhuk) Inşaallah kami bakal restui hihihi.


Alhamdulillah keluarga dan kerabat yang sempat menjauhi ibu mertua gue perlahan mulai bersikap baik dan mulai menerima pernikahan yang mereka lakukan :)

3 komentar: