Ciee, lagi ada niat nulis. Pasti
sedang ada keresahan yang sedang dipendam *eaa*
Memang jam-jam segini paling enak
buat nulis sih, ditambah lagi ada bahan juga. Lemah banget ya saya, nulis aja
harus nunggu mood, tapi emang nulis
pakai mood itu paling enak. Selain
jadi lebih mengalir ketika menulis, saya juga gak buntu pas nulis paragraf selanjutnya.
Karena ya ngeselin banget kalau
buntu, kayak stuck gitu. Kalau
diterusin, si tulisan jadi aneh pas
dibaca.
Jadi begitulah, intermezzo
dikit sebelum nulis blog hihihi.
Tulisan ini random banget sih sebenarnya, berawal dari obrolan tadi sore dengan
kenalan kami yang punya kenalan yang mau nikah sama orang Turki (eh ribet ya wkwkwk,
hehe jadi gini maksudnya: sepupu teman kenalan saya ini mau nikah sama orang
Turki), terus jadi inget sama obrolan-obrolan kemarin sama teman-teman tentang
suka duka menikah dengan orang Turki. Obrolan yang sebenarnya berisi keresahan
kami akan banyaknya orang-orang yang berstandar ganda tentang pernikahan
Indonesia dan Turki.
Saya cerita soal pertemuan saya
dengan kenalan saya dulu ya. Berawal dari pesan di Facebook, si mbak bercerita tentang keresahannya terhadap sepupu
temannya. Yup, dia akan menikah dengan orang Turki, tapi si mbak kenalan saya
ini agak skeptis sama calon suaminya. Kenalan saya ini traveler, pernah tinggal di Turki selama beberapa bulan dan
kebetulan pernah juga dekat dengan pria Turki. Jadi, sedikit banyak si mbak ini
sudah ada pengalaman dengan pria Turki. Kita sebut mbak ini mbak Bulan.
Pas ngobrol sama mbak Bulan, saya
dan suami bener-bener relate dan kami
sependapat dengan mbak Bulan. Bukan menghakimi, tetapi waspada. Sedikit
skeptis karena kami mendegar beberapa
“sifat” pria Turki ini yang sedikit kurang cocok sama kami bertiga. Tapi ya,
lagi-lagi kami hanya bisa mendoakan yang terbaik. Karena pada akhirnya memang kami bisa
apa? Terlalu sulit meningatkan orang yang sedang jatuh cinta. Setelah itu, saya dan Mustafa hanya menjelaskan ke mbak Bulan perihal hal
apa saja yang nanti harus dilakukan oleh sepupu temannya ketika dia sampai
Turki. Lalu memberikan nomor handphone
kenalan kami di kota yang nanti akan ditinggali si mbak ini, supaya si mbak ini
ada teman. Masalah selesai.
Setelah itu, saya mulai teringat
obrolan bersama teman-teman saya perihal keresahan kami terhadap pelaku kawin
campur yang memiliki kecenderungan standar ganda. Sebagian dari mereka memang memberikan edukasi
bahwa menikah dengan pria Turki tidak seindah bayangan, tetapi disamping itu
mereka juga “promosi” pria Turki. Terkesan menjual pesona pria Turki kepada
mereka yang memang sedang dekat/ mencari pria Turki tetapi disisi lain mereka skeptis parah dengan pria Turki. Malah ada yang mengiming-imingi pria Turki dalam promosi wisata Turkinya, padahal dia juga nulis hal negatif soal pria Turki. EH JADINYA GIMANA INI? Katanya hati-hati, tapi ya kok promosiin pria Turki juga. Sekedar informasi, nikah
sama orang Turki lagi jadi trend
guys.. Sebenarnya kami berdua bingung harus sedih atau senang dengan fenomena
ini hahaha.
Tidak sedikit dari mereka yang
menjodoh-jodohkan teman atau kenalan mereka dengan orang Turki. Kok kebalikan
banget gitu sama tujuan awal edukasi mereka, ini pendapat pribadi aja ya. Saya dan
Mustafa sedikit kapok “mengenalkan” teman Turki dan teman Indonesia kami. Gak
mau ngenalin orang-orang lagi, cukup kami saja yang menikah campur
Indonesia-Turki di keluarga dan circle
kami hahaha.
Alasan ini dengan dasar kok, karena
pernah kecolongan juga sekali. “Baik” aja itu engga cukup, ternyata memang
dalamnya manusia itu tidak bisa diukur sekejap. orang yang kami anggap ideal
untuk dikenalkan kepada teman Indonesia kamipun bisa “tidak sesuai ekspektasi”
pada akhirnya. Kami jadi merasa bersalah pernah mengenalkan dia dengan teman
Indonesia kami, kalau mereka jadi menikah ya kami akan sangat menyesal. Tujuan baik
belum tentu berakhir baik.
Saya dan Mustafa tipe orang yang
engga enakan, dan jadi berfikir sangat jauh kedepan. Sudah tidak jadipun kami masih
berfikir dengan kemungkinan yang terjadi kalau mereka menikah nanti. Aduh,
gimana ya? Kalau jadi nikah kan kesannya kayak menjerumuskan ke lubang hitam. Ya
Allah, terima kasih masih melindungi kami semua. Baik sebagai teman kami belum
tentu baik untuk jodoh teman Indonesia kami. Sebagai teman,dia baik. Tetapi untuk
jodoh teman Indonesia kami, hmm engga dulu deh. Kami tidak mau pertemanan kami
semua hancur karena masalah ini. Sekarang, kalau ada yang “minta” cariin jodoh
ya kami langsung arahkan ke situs perjodohan online aja. Silahkan cari sendiri. Main aman banget ya wwkkwkw. Intinya
ya kami berdua bukan makelar jodoh cyin.
Tulisan ini bisa jadi peringatan
untuk teman-teman yang sekarang sedang mencari jodoh atau sedang dalam hubungan
yang serius dengan pria Turki. Intinya kalian semua harus waspada dan
hati-hati. Jangan mudah terbuai dengan rayuan “Seni çok seviyorum” dari pria Turki yang
baru kalian kenal secara online. Apalagi kalau baru kenal satu atau dua bulan. Aduh,
itu sangat rawan. Jangan baper dulu ya. Nikmati dulu aja proses perkenalan
kalian, kalau dirasa kelamaan dan kesannya kayak pacaran ya lebih baik putusin saja hahaha. Kalau mau taaruf
silahkan, tapi menurut saya proses taaruf
sedikit kurang cocok diterapkan pada kasus ini, barangkali ada yang
berpengalaman taaruf dengan “orang random” yang kalian kenal di
sosial media? Silahkan tinggalkan komentar dibawah (ingat! Yang proses taarufnya beneran ya! Tidak terima
proses taaruf abal-abal yang ternyata
masih ada atmosfir pacarannya).
Saya dan Mustafa melalui proses
pacaran. Selama proses pacaran 2 tahun itu kami berdua benar-benar mendalami
karakter masing-masing. Mustafa datang ke Indonesia untuk berkenalan dengan
orang tua saya terlebih dahulu. Hal tersebut semakin meyakinkan saya bahwa
memang dia serius, tidak hanya manis dibibir dan jari. Setahun kemudian kami
menikah. Sebuah keputusan yang sebenarnya gila, mengingat kami menikah diusia
yang cukup muda. Dengan modal bismillah kami mantap melaju ke pernikahan dan sudah siap dengan resiko yang kami akan
dapatkan dimasa depan. Pokoknya ambil hal baiknya aja dari kami, yang tidak
baik ya engga usah diikutin. Jangan contoh semuanya, karena kami hanya manusia, tindakan kami bisa salah juga.
Tanyalah hati kecil, apakah yakin
untuk lanjut? Timbang baik dan buruknya, pikirkan resiko terburuk yang
kemungkinan akan terjadi dimasa depan. Seringkali ada yang nekad menikah
walaupun terkendala masalah Bahasa (ya tidak sedikit juga yang sukses manikah
walaupun ada masalah Bahasa). Nah, masalah Bahasa itu penting untuk saya dan
Mustafa. Lagi-lagi ini pendapat pribadi ya, karena pernikahan itu 90% isinya
komunikasi. Tidak banyak orang Turki yang bisa berbahasa Inggris, kalau misalnya
kalian berdua tidak punya ”common
language”, lebih baik pikirkan lagi kalau mau menikah, kecuali ada yang mau
mengalah ya. Konsekuensinya ya kalian harus siap-siap dengan kemungkinan salah
faham yang akan datang diawal-awal pernikahan. Pada kenyataannya banyak yang kelabakan karena masalah bahasa.
Selain itu, ketika pria Turki
yang kalian kenal sudah memiliki kecenderungan temperamental, ada baiknya
kalian fikirkan SEJUTA KALI UNTUK MENIKAH. Lagi-lagi manusia memang tidak bisa
ditebak, yang terlihat kalem dan biasanya kalempun bisa tempramen ya. Kalian sendiri
yang tau kapasitas diri kalian, sanggup engga? Kalau sanggup ya lanjut, tetapi kalau
saya sih kemungkinan engga akan lanjut kalau Mustafa misalnya cenderung
tempramen selama pacaran. Aduh, lemah banget. Gak bisa dikasarin emang, ya tau
kapasitas aja, gak mau maksain juga.
Saya juga engga akan lanjut kalau
Mustafa kelewatan posesif dan insecure. Kunci hubungan kami berdua
adalah saling percaya dan komitmen. Tetapi kalau ada kelewat “sok dekat” sama
Mustafa ya saya keluar tanduknya juga, seringkali ada perempuan Indonesia yang
sedang pacaran dengan pria Turki dan curhat sama Mustafa sewaktu kami belum
menikah. Sudah pasti bakal saya tegor sih kalau keseringan. Padahal Mustafa juga selalu
meminta mereka untuk kontak langsung dengan saya, kalau ada yang kena block
sama saya artinya udah kelewatan banget yaaa. Mustafa juga gak nganggur ngebalesin terus. .
Ya Mustafa posesif sih, tetapi dia tidak pernah sampai hati untuk memutuskan
hubungan saya dengan teman-teman dan keluarga saya. Saya memiliki kehidupan
lain sebelum bertemu dengan Mustafa dan Mustafa merasa tidak berhak untuk “mengobrak-abrik”
kehidupan saya sebelum bertemu dengan dia. Mustafa juga memperbolehkan saya
untuk memiliki sosial media, selama saya sadar akan skala prioritas. Kalau pacar
atau kenalan kalian sudah berani untuk melarang kalian bersosial media kemudian
berani menghapus semua akses dunia maya kalian seakan-akan hidup kalian benar-benar
HANYA untuk dia, SARAN SAYA PIKIRKAN KEMBALI KALAU MAU MENIKAH. Ingat, kalian
manusia, kalian makhluk sosial. Kalian butuh bergaul, kebayang gak sih di
negara orang kalian gak boleh gaul sama sekali? Di dunia nyata udah engga boleh,
ditambah dunia maya juga engga boleh! Beneran dilarang total buat interaksi
sama teman di Indonesia. Ditambah kehidupan kalian hanya seputar urusan rumah tangga. Guys, kalian bisa stres parah. Buat saya, porsi suami dan istri itu harus super seimbang, aduh jangan sampai ada yang dominan gitu. Tapi guys, ada juga sih perempuan yang menikmati di posesifin dan di-insecure-in begini, beda-beda ya tiap orang
Buat saya, sosial media itu
sangat penting bagi pelaku kawin campur. Ya buat mantau berita, buat ina inu
itu, minimal buat kabar ke keluarga di Indonesia, karena ada juga orang yang
gak terlalu suka main whatsApp kayak
saya hahaha. Saya engga terlalu suka chat
dan telepon keluarga saya di whatsApp,
tapi suka banget main di Instagram. Minimal adik-adik saya tahu kabar saya dari
Instagram.
***
Pada akhirnya saya cuma mau bilang
kalau rezeki setiap orang itu berbeda-beda. Kalian tidak bisa berekspektasi
kalau hidup kalian akan sama seperti orang lain hanya karena mengikuti caranya
mendapatkan sesuatu. Hati-hati dalam bermimpi. Melihat kehidupan rumah tangga
pernikahan kawin campur pasangan Indonesia-Turki sepertinya sangat ideal di
medsos, lantas kalian juga berfikir untuk mencari orang Turki supaya bisa hidup
seperti mereka. Kemudian terbayang tinggal di luar negri, jalan-jalan terus, suami romantis,
dan hal indah lainnya. Percayalah, kehidupan rumah tangga yang ideal itu engga begitu wkwkwk.
Saya juga mau ngingetin kalau Mustafa itu bukan gambaran umum
pria Turki. Ada banyakkkkkk karakter pria Turki yang sangat berbeda satu sama lain dan tidak semua pria Turki seperti Mustafa. Jangan jadikan kami berdua
junjungan couple goal Indo-Turki
(lagian siapa juga sik yang jadiin kami berdua couple goal? Wkwkwk). Hanya karena kalian melihat Mustafa begini
dan begitu, tidak berarti semua pria Turki juga begini dan begitu seperti
Mustafa.
Saya tidak setuju dengan gambaran
maha sempurna soal pria Turki karena ya ada juga pria Turki yang aneh, tetapi
saya juga tidak setuju kalau ada yang berbicara terlalu negatif dan terkesan
sangat berengsek mengenai pria Turki. Rasanya tidak rela ketika suami saya
disamakan dengan mereka. Bagaimanapun suami saya adalah orang Turki dan dia
tidak seperti itu. Intinya ketika menjelaskan suatu hal ya kita harus seimbang.
Apalagi ngejelasin soal karakter orang dari suatu negara yaaa, aduh kadang itu
ada yang gak relate juga gitu. Saya paling
engga mau nulis bahasan ini, karena akan terkesan sangat subjektif ketika dituliskan.
Jadi penulis blog itu kadang
banyak pertimbangannya, kira-kira tulisan kita menyinggung enggak ya? Terlalu negatif
engga ya? Terlalu positif engga ya? Terlalu subjektif engga ya? Bakal bermasalah enggak ketika dinaikan? Nulis blog juga gak asal nulis, saya juga masih latihan
sampai sekarang supaya tulisan saya bisa dinikmati banyak orang engga
menyinggung. Sebisa mungkin saya engga berat sebelah ketika bahas satu topik di
blog. Eh jadi kemana-mana bahasnya kan wkwkwk.
Pokonya begitu ya, semoga bisa
nangkep apa yang ingin saya sampaikan dari tulisan ini. Sampai disini dulu
tulisan saya, sampai ketemu di tulisan selanjutnya….
Cakarta, 1 Maret 2020.